
News Tajdid, Jakarta – Dalam rangka memperingati Hari Santri 2024, Duta Santri Nasional menggelar acara daring yang mengangkat tema “Pesantren Ramah Anak: Menghapus Kekerasan, Mewujudkan Kedamaian.” Acara ini dihadiri oleh santri dan masyarakat umum, dipandu oleh Duta Santri Nasional 2023, Alaikin Nabilah. Kegiatan ini bertujuan untuk menegaskan pentingnya menciptakan lingkungan pesantren yang aman dan nyaman bagi anak-anak.
Nyai Hindun Anisah, Sekretaris Rabithah Ma’ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI PBNU), menekankan bahwa pesantren di Indonesia harus menjadi teladan dunia dalam hal pendidikan agama Islam.
“Segala bentuk kekerasan harus dihapuskan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pendidikan,” ujarnya. Pernyataan ini menggambarkan komitmen pesantren untuk bertransformasi menjadi tempat yang tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Dalam sesi pertama, Muyassarotul Hafidzoh, penulis buku panduan Pencegahan Kekerasan Seksual untuk Remaja, mengajak peserta untuk tidak menjadi korban maupun pelaku kekerasan.
“Hakikat manusia adalah sebagai hamba Allah dan khalifah di bumi, sebagaimana tertera dalam Al-Quran. Kita harus menjaga martabat itu dengan menghindari segala bentuk kekerasan,” jelasnya. Pesan ini menjadi pengingat penting bagi santri dan pendidik akan tanggung jawab moral mereka dalam menjaga integritas lingkungan pendidikan.
Rindang Farihah, Pengurus Yayasan Bumi Aswaja Yogyakarta, menyampaikan bahwa Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama mengenai Petunjuk Teknis Pengasuhan Ramah Anak di Pesantren telah diterbitkan.
“Sebagai pengasuh, pendidik, santri, dan masyarakat, kita harus menerapkan peraturan tersebut secara konsisten,” katanya. Rindang menambahkan bahwa penerapan kebijakan tersebut mencakup berbagai aspek, seperti kurikulum, manajemen, dan interaksi antar-pemangku kepentingan.
Margaret Aliyatul Maimunah, komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Ketua Umum PP Fatayat NU, menggarisbawahi pentingnya perlindungan anak. Ia menjelaskan bahwa Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 menetapkan hak anak untuk hidup, tumbuh, dan berkembang tanpa kekerasan.
“Penerapan pengasuhan berkualitas di pesantren dan pembentukan tim satgas yang melibatkan berbagai stakeholder adalah langkah penting dalam perlindungan anak,” imbuhnya.
Margaret juga menyarankan agar tim satgas terdiri dari pimpinan yayasan, kepala sekolah, tenaga pendidik, santri, wali santri, alumni, serta lembaga kesehatan dan psikologi.
“Langkah ini diharapkan dapat mencegah dan menangani kasus kekerasan terhadap anak di lingkungan pesantren,” katanya. Hal ini menunjukkan komitmen bersama dalam menciptakan ekosistem yang mendukung perkembangan anak.
Acara tersebut diakhiri dengan penekanan bahwa kolaborasi antara pesantren, masyarakat, dan pemerintah sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang bebas dari kekerasan. Diharapkan gerakan ini dapat menginspirasi perubahan positif di seluruh Indonesia, sehingga pesantren bisa menjadi tempat yang aman dan ramah bagi anak-anak.
Sebagai penutup, Duta Santri Nasional berharap bahwa gerakan Pesantren Ramah Anak ini tidak hanya menjadi slogan, tetapi juga diimplementasikan secara nyata.
Baca Juga : Ketum HIPMI Kaltara Bicara Soal Peluang Ekspor ke Wapres
Baca Juga : Porwakot I Tarakan Pertandingkan 8 Cabor dan Lomba, Libatkan Seluruh Insan Per
“Dengan dukungan semua pihak, kita bisa menghapuskan budaya kekerasan dan membangun kedamaian di lingkungan pesantren,” tutup Alaikin Nabilah. (*)
Sumber : NU Online