
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali dihadapkan pada dilema antara cinta kepada keluarga dan ketaatan pada syariat Allah. Momen-momen ini bisa tampak sepele, namun dampaknya bisa sangat besar bagi kehidupan spiritual kita.
Bayangkan seorang ibu yang, saat melihat anaknya kelelahan, memutuskan untuk mengizinkan si kecil tidak salat subuh. Atau seorang ayah yang, demi memenuhi permintaan anaknya, rela mengambil harta yang bukan haknya. Kasus-kasus semacam ini sering kali terjadi dalam lingkungan keluarga, di mana rasa kasih sayang mengalahkan nilai-nilai agama.
Baca Juga : Ketum HIPMI Kaltara Bicara Soal Peluang Ekspor ke Wapres
Baca Juga : Porwakot I Tarakan Pertandingkan 8 Cabor dan Lomba, Libatkan Seluruh Insan Per
Bukan hanya orang tua, bahkan suami dan istri pun terkadang terjebak dalam situasi yang sama. Seorang suami mungkin menuruti permintaan istrinya meski tahu bahwa keinginan itu tidak sesuai dengan syariat. Di sisi lain, seorang istri yang tidak berani menegur kebiasaan suaminya demi menjaga keharmonisan rumah tangga, padahal kebiasaan tersebut bisa termasuk dalam kemaksiatan.
Dalam pandangan Islam, keluarga adalah anugerah yang sangat berharga. Allah SWT mencintai bangunan keluarga, namun kita harus ingat bahwa keluarga juga dapat menjadi penghalang dalam mencapai keridhaan-Nya. Rasulullah SAW pernah berwasiat kepada Ibnu Masud, menekankan agar kita tidak membiarkan kecintaan pada keluarga dan anak-anak menjadikan kita terjerumus dalam kemaksiatan.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an, “Pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS. Asy-Syu’ara: 88-89).
Kita diingatkan bahwa harta dan anak-anak hanyalah perhiasan kehidupan dunia. Amal kebaikan yang dilakukan secara konsisten jauh lebih berharga di sisi Allah, dan inilah yang seharusnya kita prioritaskan (QS. Al-Kahfi: 46).
Semua yang kita miliki—harta, istri, dan anak—harus menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, bukan sebaliknya. Oleh karena itu, mari kita berupaya menjadikan keluarga sebagai penolong dalam perjalanan spiritual kita.
Sebagaimana Allah berfirman,
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim: 6).
Marilah kita berusaha keras untuk memastikan bahwa cinta kita kepada keluarga tidak mengalahkan cinta kita kepada Allah dan syariat-Nya.
Dengan begitu, kita akan menemukan kebahagiaan yang hakiki baik di dunia maupun di akhirat.