
Tajdid Official, Tarakan – Pimpinan Wilayah Aisyiyah Kalimantan Utara menggelar Musyawarah Pimpinan Wilayah (Musypimwil) I di Gedung Aisyiyah Tarakan, Sabtu (22/2). Acara ini mengangkat tema Dinamisasi Perempuan Berkemajuan Mewujudkan Indonesia Berkeadilan.
Kegiatan ini dihadiri oleh Pimpinan Wilayah Aisyiyah (PWA) Kaltara yang terdiri dari tujuh majelis dan tiga lembaga, serta Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) dari lima kabupaten/kota, yakni Tarakan, Bulungan, Malinau, Tana Tidung, dan Nunukan.
Ketua PWA Kaltara, Mardhiana, dalam pidato iftitahnya menyampaikan pentingnya langkah konkret dalam menjalankan peran Aisyiyah. Ia memperkenalkan konsep 10 Pilar Dinamisasi Perempuan Berkemajuan, yang mencakup penataan, pendataan, pendanaan, penguatan, pendampingan, pelaporan, pengembangan, publikasi, pengawasan, dan penghargaan.
“Saya mengajak seluruh kader Aisyiyah untuk berkomitmen dan melaksanakan 10 pilar ini dengan amanah dan sebaik-baiknya,” ujar Mardhiana di hadapan peserta musyawarah.
Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Kaltara, Syamsi Sarman, menekankan bahwa Aisyiyah sebagai organisasi modern harus mengedepankan profesionalisme dan kemajuan yang terukur.
“Ibu-ibu di Aisyiyah bisa saja menjabat posisi strategis, tetapi ketika kembali ke rumah, tetap menjadi bagian dari keluarga,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti isu serius yang harus menjadi perhatian Aisyiyah, yakni meningkatnya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di bawah umur.
“Ini menjadi sorotan penting belakangan ini. Kita berharap Aisyiyah dapat mengambil peran dalam mengatasi persoalan ini,” tambah Syamsi Sarman.
Dalam rangkaian acara, dilakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan (UBT) dan PWA Kaltara. Kerja sama ini bertujuan untuk memperkuat advokasi hukum bagi perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan.
Pada sesi selanjutnya, keynote speech disampaikan oleh perwakilan UBT, Dr. Nurasikin, yang menyoroti perundang-undangan perlindungan anak.
“Anak sering kali menjadi korban kekerasan, tetapi pelaku masih bisa bebas. Ini yang harus kita perjuangkan agar hukum lebih berpihak kepada korban,” ujarnya.
Nurasikin juga menekankan bahaya digitalisasi yang tidak terkontrol.
“Dunia digital adalah dunia tanpa batas. Anak-anak sangat mudah mengakses internet, bahkan hingga terlibat dalam tindakan berbahaya seperti open BO. Ini menjadi tantangan bagi kita semua,” jelasnya.
Ia mengungkapkan bahwa faktor terbesar penyebab kekerasan seksual terhadap anak adalah kondisi ekonomi, disusul oleh pengaruh media sosial.
“Taukah Anda bahwa faktor nomor dua penyebab meningkatnya kekerasan seksual pada anak adalah pengaruh media sosial? Ini harus menjadi perhatian kita bersama,” tegasnya.
Sebagai penutup, ia mengajak seluruh peserta untuk lebih aktif dalam mengawal kebijakan terkait perlindungan anak. “Mari kita pantau terus hukum yang berkaitan dengan LGBT dan kekerasan seksual terhadap anak agar ke depannya bisa lebih baik,” pungkasnya.
Musyawarah Pimpinan Wilayah Aisyiyah Kaltara 2025 ini juga membahas berbagai program kerja ke depan, termasuk peningkatan peran perempuan dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Diharapkan, hasil dari musyawarah ini dapat memberikan dampak positif bagi perempuan dan anak-anak di Kalimantan Utara, serta mendorong terciptanya lingkungan yang lebih adil dan sejahtera. (*)