
News Tajdid, Yogyakarta – Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) ‘Aisyiyah, Salmah Orbayinah, menegaskan bahwa kepemimpinan yang inklusif, dengan perspektif gender, disabilitas, dan inklusi sosial, tidak hanya soal memberi kesempatan yang sama.
Pernyataan ini disampaikan dalam pembukaan Jambore Kader Qaryah Thayyibah di Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta pada Sabtu (9/11).
Menurut Bu Bayin, kepemimpinan inklusif berarti menciptakan ruang bagi perempuan dengan disabilitas untuk berbicara, berpartisipasi, dan menjadi agen perubahan tanpa rasa takut akan stigma atau diskriminasi.
Kepemimpinan yang demikian bukan sekadar memberi peluang yang setara, melainkan juga menyediakan kebijakan, lingkungan kerja, dan budaya sosial yang mendukung partisipasi aktif mereka.
“Perempuan dengan disabilitas harus diberikan akses setara terhadap pendidikan, pelatihan, dan pengalaman yang memadai agar mereka dapat berkembang menjadi pemimpin yang handal,” ungkap Bu Bayin.
Dalam mencapai kesetaraan gender dan inklusi, partisipasi perempuan dalam kepemimpinan menjadi faktor kunci.
Menurut laporan World Economic Forum (WEF), lebih banyak perempuan di posisi pengambilan keputusan berperan penting dalam kebijakan yang peduli terhadap kesejahteraan sosial, hak asasi manusia, dan keadilan sosial.
Namun, perempuan dengan disabilitas menghadapi tantangan yang lebih besar. Laporan dari UN Women mengungkapkan bahwa mereka kesulitan memperoleh akses ke pendidikan dan pelatihan, serta menghadapi hambatan dalam meraih peran kepemimpinan.
Akibatnya, perempuan disabilitas masih sangat kurang terwakili dalam posisi strategis di pemerintahan dan sektor swasta.
Penelitian yang dilakukan oleh Harvard Kennedy School dan Harvard Business Review menunjukkan bahwa kepemimpinan inklusif dapat membawa perubahan sosial yang signifikan.
Organisasi yang melibatkan perempuan dan individu dengan disabilitas cenderung memiliki kebijakan yang lebih adil dan lebih cepat menerima keberagaman.
Di Indonesia, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa sekitar 10% dari populasi adalah penyandang disabilitas. Namun, meskipun ada upaya menciptakan kesetaraan, keterwakilan perempuan disabilitas di sektor publik dan kepemimpinan masih sangat rendah.
Komnas Perempuan melaporkan bahwa perempuan disabilitas sering kali terpinggirkan dalam kesempatan pendidikan dan politik.
Baca Juga : Ketum HIPMI Kaltara Bicara Soal Peluang Ekspor ke Wapres
Baca Juga : Porwakot I Tarakan Pertandingkan 8 Cabor dan Lomba, Libatkan Seluruh Insan Per
Dalam konteks ini, ‘Aisyiyah berkomitmen untuk mendorong perempuan disabilitas agar mengambil peran lebih aktif di sektor publik. Ini menjadi langkah penting dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil dan setara.