
News Tajdid, Tarakan – Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) masuk dalam lima besar wilayah dengan jumlah produk tanpa izin edar (TIE) tertinggi di Indonesia. Hal ini diungkapkan Kepala Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Tarakan, Hariyanto Baan, dalam konferensi pers hasil pengawasan pangan olahan menjelang Natal dan tahun baru.
Hariyanto menyebutkan bahwa temuan ini didominasi oleh wilayah perbatasan.
“Secara nasional, Kaltara masuk lima besar wilayah dengan proporsi produk tanpa izin edar cukup tinggi, terutama di daerah perbatasan,” ujarnya jumat, (27/12).
Data BPOM Tarakan menunjukkan peningkatan signifikan dalam jumlah produk TIE yang ditemukan. Pada 2023, sebanyak 4.049 unit produk ditemukan, dan jumlah ini meningkat menjadi 7.166 unit pada 2024. Beberapa produk yang sering ditemukan adalah Milo dan Apollo yang berasal dari negara tetangga.
Ia menjelaskan bahwa tingginya permintaan menjadi salah satu kendala dalam upaya pemberantasan produk tanpa izin edar.
Baca Juga : Ketum HIPMI Kaltara Bicara Soal Peluang Ekspor ke Wapres
Baca Juga : Porwakot I Tarakan Pertandingkan 8 Cabor dan Lomba, Libatkan Seluruh Insan Per
“Permintaan masyarakat untuk produk ini masih tinggi, terutama karena banyak yang menganggap produk Malaysia sebagai oleh-oleh,” ungkap Hariyanto.
BPOM Tarakan terus melakukan berbagai upaya untuk meminimalisir peredaran produk TIE, termasuk sosialisasi dan pembinaan kepada masyarakat. Pihaknya juga mengajak masyarakat untuk menggunakan aplikasi BPOM Mobile guna memeriksa izin edar produk secara mandiri.
Hariyanto menegaskan pentingnya sinergi antara berbagai pihak dalam pencegahan dan penindakan terhadap produk ilegal. Menurutnya, langkah ini perlu didukung oleh pemerintah daerah, instansi terkait, dan masyarakat.
Selain itu, BPOM Tarakan telah mengambil tindakan tegas dengan memusnahkan produk-produk tanpa izin edar yang berhasil disita. Langkah ini diharapkan dapat memberikan efek jera kepada pelaku dan meningkatkan kesadaran masyarakat.
Hariyanto mengimbau masyarakat untuk lebih selektif dalam memilih produk pangan dan memprioritaskan produk yang sudah memiliki izin edar resmi. “Ini adalah langkah kecil, tetapi penting untuk melindungi masyarakat dari risiko kesehatan,” katanya.